Berikut adalah dokumenter singkat sebagai profil makam Mbah Moedjair. Simak
video berikut untuk mengetahui bagaimana tempat peristirahat terakhir Sang Legenda Penemu Ikan Mujair!
Dalam sejarah
perikanan Indonesia, ada satu nama yang sering terlupakan namun tetap abadi sebagai simbol inovasi
dan dedikasi: Mbah Moedjair. Kisah inspiratifnya dalam membudidayakan ikan mujair telah mengubah
wajah perikanan di tanah air. Mbah Moedjair, atau yang lebih dikenal dengan nama aslinya Modjair,
merupakan sosok pembudidaya ikan air tawar dari Desa Papungan, Blitar, Jawa Timur. Berkat
dedikasinya yang luar biasa, ia berhasil mengubah wajah perikanan di Indonesia melalui penemuannya.
Tahun 2024 ini, kami, Tim 12 MMD Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya, yang berkesempatan
melaksanakan MMD (Mahasiswa Membangun Desa) atau yang biasa disebut KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa
Papungan kami tidak hanya melihat langsung dampak dari kontribusi Mbah Moedjair, tetapi juga
berkunjung ke kediaman keturunan Mbah Moedjair untuk mendapatkan informasi lebih mendalam tentang
riwayat hidup dan jasa-jasanya. Kami ditunjukkan bukti otentik berupa piagam penghargaan dari tahun
1951 yang ditulis dengan ejaan lama. Dalam piagam tersebut tertulis, “Bahwa kami Menteri Pertanian
atas nama Pemerintah Republik Indonesia memberi surat tanda djasa kepada Sdr. Moedjair, tempat
tinggal Desa Papungan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, sebagai penghargaan menemukan suatu djenis ikan
jang diberi nama ikan mudjair, yang ternjata memberi manfaat besar bagi masyarakat Indonesia,”. Dan
itulah, sebuah bukti nyata dari pengakuan atas jasa-jasanya.
Menurut sebuah artikel terbaru yang diterbitkan oleh
Sapariah Saturi pada tahun 2022 tentang
sang
“pencipta” ikan mujair yang terlupakan, kisah dan riwayat hidup Mbah Moedjair diangkat
kembali dengan penuh penghargaan. Artikel ini, yang didasarkan pada referensi langsung dari buku
Moedjair: Sejarah Tersembunyi Ikan Moedjair karya Yanu Aribowo, membahas
bagaimana Mbah Moedjair, tokoh terkenal dari Desa Papungan, Blitar, Jawa Timur, berhasil menemukan
dan membudidayakan ikan mujair di Indonesia. Beliau tidak hanya membawa perubahan signifikan dalam
dunia perikanan, tetapi juga meninggalkan warisan yang berharga bagi masyarakat sekitar.
Latar Belakang
Mbah
Moedjair, adalah seorang tokoh terkenal dari Desa Papungan, Blitar, Jawa Timur, yang dikenal sebagai
pelopor budidaya ikan mujair di Indonesia. Beliau lahir pada tahun 1890 dan meninggal pada tahun
1957. Kontribusinya dalam budidaya ikan sangat besar, terutama dalam upayanya untuk memperkenalkan
dan mengembangkan ikan mujair sebagai salah satu komoditas perikanan penting di Indonesia.
Penemuan Ikan Mujair
Pada tahun
1939, Mbah Moedjair menemukan sekelompok ikan yang hidup di muara Sungai Serang, Blitar. Setelah
membawa beberapa ekor ikan tersebut ke desanya, beliau melakukan eksperimen untuk membudidayakannya
di air tawar. Atas penghargaan jasanya, ikan tersebut kemudian dikenal sebagai ikan mujair, diambil
dari nama Mbah Moedjair.
Proses Eksperimen
Jarak antara
Pantai Serang dengan Desa Papungan menjadi tantangan tersendiri bagi Mbah Moedjair. Dengan membawa
pikulan, sebagaimana diceritakan dalam Majalah Penjebar Semangat edisi
20 Januari 1951, Mbah Moedjair berjalan kaki menelusuri jalanan sepanjang 40 kilometer itu. Tak
jarang, sebagian ikan yang dibawa banyak mati. Usaha beliau baru mulai membuahkan hasil setelah
perjalanan ke-10 membawa ikan dari Pantai Serang ke Papungan.
Ikan yang berhasil dibawa beliau tersebut tidak semuanya
berhasil. Namun, beliau tetap mengamati ikan-ikan tersebut hingga terdapat dua ikan yang berkembang
dengan baik. Selanjutnya, ikan itu segera dipindah ke kolam lain agar lebih leluasa dalam memberikan
perhatian dan perawatan yang baik. Tak disangka, sebulan kemudian, ikan bertelur dan menghasilkan
anakan sangat banyak.
"Betul, setelah sebulan di kolam baru ini sudah penuh
ikan-ikan kecil anak sepasang ikan tadi, lalu berkembang menjadi sangat banyak,” tulis Yanu,
mengutip laporan Majalah Penjebar Semangat Nomor 93 Edisi 20 Januari
1951.
Penyebaran dan Pengembangan
Setelah
berhasil membudidayakan ikan mujair, Mbah Moedjair tidak hanya berhenti sampai di situ. Beliau juga
aktif menyebarkan pengetahuannya kepada masyarakat sekitar dan petani ikan lainnya. Majalah Star Weekly ke XV Nomor 744 Edisi 2 April 1960 merekam keberhasilan Mbah
Moedjair dalam melakukan domestikasi mujair ini. Beliau membudidayakan ribuan ikan itu dengan
ditampung di tiga kolam berbeda. Sayangnya, lahan bekas kolam itu kini berganti kepemilikan dan
kondisinya kurang terawat dan dipenuhi semak belukar.
“Dengan keberhasilan itu, terbukalah lembaran sejarah baru
bagi dunia perikanan. Mulai saat itu, bintang Pak Moedjair naik. Banyak keuntungan yang
diperolehnya, baik moril maupun materiil,” tulisnya.
“Pak Mujair, pemulia ikan, melepaskan ikan itu di kolam air
tawar, ikan berkembang. Hal lebih penting, mujair mampu bereproduksi lebih mudah daripada ikan yang
ada,” mengutip dari surat kabar De Indische Courant 20ste Jaargang Nomor
199, edisi 12 Mei 1941, yang secara tidak langsung mengakui keberhasilan Mbah Moedjair itu. Dalam
laporannya, surat kabar berbahasa Belanda itu semula menyebut ikan mas sebagai spesies paling cocok
untuk budidaya ikan sawah (tambak). Tetapi, ikan mujair yang ditemukan Mbah Moedjair lima tahun
sebelumnya (1936) menggantikan posisi ikan mas.
Beberapa media lain seperti De Vrije
Pers 8de Jaargang edisi 27 Agustus 1951 atau Java Bode edisi
23 Maret 1954 juga menurunkan laporan serupa. Menurut buku Tilapia: Biology,
Culture, and Nutrition yang dipublikasikan pada tahun 2006, ikan mujair hasil budidaya
Mbah Moedjair berkembang dan menyebar ke berbagai wilayah. Tak hanya di Indonesia, juga lintas
benua.
Karena kesibukannya dengan urusan ikan, Mbah Moedjair memutuskan untuk mundur dari jabatan sebagai
jogoboyo yaitu sebagai pelaksana teknis membantu Kepala Desa di bidang keamanan dan ketertiban.
Sebagaimana disebutkan dalam buletin perikanan Fishery Bulletin of The Fish and Wildlife Service volume 62 tahun 1963:
Tank Culture of Tilapia, hampir semua populasi mujair di Indonesia,
Asia, Eropa, Amerika Tengah, Amerika Utara, dan Amerika Selatan adalah keturunan dari ikan yang
dibawa Mbah Moedjair dari muara Sungai Serang. Sebelum penemuan yang dilakukan oleh Mbah Moedjair,
mujair hanya dikenal sebagai makanan dan ikan buruan di Afrika Timur, tanpa adanya budidaya resmi.
“Tidak ada budidaya ikan tilapia (mujair) di Afrika sebelum akhirnya ikan ini muncul secara
misterius di Jawa Timur,” tulis buletin itu.
Keberadaan Mujair di Indonesia
Yanu Wibowo dalam Moedjair: Sejarah Tersembunyi Ikan Mujair (2022) juga
menyebut bahwa, kuat dugaan ikan itu dibawa para penggemar ikan aquarium, sebagaimana ditulis
sejumlah laporan. Di tempat asalnya, kata Yanu, ikan ini banyak dibudidayakan sebagai ikan aquarium.
“Dalam perjalanan, ikan ini tidak cocok sebagai ikan
aquarium karena perilaku suka mengaduk tanah dan membuat air keruh,” kata Yanu, sebagaimana dikutip
dari Biologische Inventarisatie van de Binnenvisserij Indonesie (1947).
Untuk menghormati jasa Mbah Moedjair terlepas sebagaimana
riwayat ikan mujair yang berasal dari Afrika Timur itu, sebuah prasasti pun dibuat di lokasi makam
Mbah Moedjair dan 26 Maret 1936 dijadikan sebagai tanggal ketika pertama kali dia menemukan mujair.
Nama mujair begitu populer hingga kini, mengalahkan popularitas Mbah Moedjair, sosok dibalik penemu
ikan mujair dan melakukan penyebaran budidaya secara otodidak.
Penghargaan dan Pengakuan
Atas kontribusinya dalam bidang perikanan, Mbah Moedjair mendapatkan berbagai penghargaan dari
pemerintah Indonesia, termasuk pengakuan sebagai salah satu pionir dalam budidaya ikan di Indonesia.
Nama beliau dikenang dan dihormati sebagai tokoh yang berjasa besar dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui budidaya ikan mujair.
Mbah Moedjair meninggal dunia Sabtu, 7 September 1957. Tiga
tahun kemudian, pemerintah melakukan pemugaran pada makamnya dari yang semula hanya gundukan tanah
menjadi seperti yang terlihat sekarang ini.
Peninggalan
Hingga kini,
ikan mujair menjadi salah satu jenis ikan yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Kontribusi Mbah
Moedjair dalam bidang perikanan tetap dihargai dan diingat oleh masyarakat, terutama di Desa
Papungan, Blitar, tempat asal beliau.
Warisan Budaya dan Edukasi
Selain
kontribusi dalam bidang perikanan, Mbah Moedjair juga menjadi inspirasi bagi banyak petani ikan di
Indonesia. Pengetahuan dan semangat beliau dalam inovasi budidaya ikan terus diwariskan dari
generasi ke generasi. Makam Mbah Moedjair di Desa Papungan kini juga menjadi salah satu destinasi
wisata edukatif, di mana pengunjung dapat belajar tentang sejarah budidaya ikan mujair dan
kontribusi besar Mbah Moedjair.
Penutup
Kisah Mbah
Moedjair adalah contoh nyata bagaimana dedikasi dan inovasi seorang individu dapat memberikan dampak
besar bagi masyarakat. Pengabdian beliau dalam bidang perikanan tidak hanya meningkatkan
perekonomian lokal tetapi juga membawa perubahan positif bagi sektor perikanan di Indonesia. Mbah
Moedjair adalah pahlawan yang patut dikenang dan dijadikan teladan bagi generasi mendatang.